SSKI SMA Negeri 5 Surabaya

Foto saya
Sebuah organisasi naungan OSIS SMAN 5 Surabaya, yang bergerak dengan dasar Al-Quran dan Sunnah...

Label

Anjuran Menuntut Ilmu dalam Islam

| Selasa, 08 Maret 2011 |

Islam merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu.

Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu al-Bayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar.

Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-‘Alaq, di dalam ayat itu Allah memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam – yang sering kita artikan dengan pena.

Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata Qalam tidak diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam.

Dalam surat Al-‘Alaq, Allah Swt memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal pendidikan, ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah Swt tersebut; yaitu Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kedua, berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam yang dapat kita artikan sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan menjadi warisan kita kepada generasi berikutnya.

Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Qur’an maupun hadits, bahwa ilmu pengetahuan paling tinggi nilainya melebihi hal-hal lain. Bahkan sifat Allah Swt adalah Dia memiliki ilmu yang Maha Mengetahui. Seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Orang yang tinggi di hadapan Allah Swt adalah mereka yang berilmu.

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatian dan penekanannya pada kewajiban menuntut ilmu sedetail nabi Muhammad Saw. Maka bukan hal yang asing jika waktu itu kita mendengar bahwa Islam memegang peradaban penting dalam ilmu pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu didominasi oleh Islam yang dibangun oleh para ilmuwan Islam pada zaman itu yang berawal dari kota Madinah, Spanyol, Cordova dan negara-negara lainnya. Itulah zaman yang kita kenal dengan zaman keemasan Islam, walaupun setelah itu Islam mengalami kemunduran. Di zaman itu, di mana negara-negara di Eropa belum ada yang membangun perguruan tinggi, negara-negara Islam telah banyak membangun pusat-pusat studi pengetahun. Sekarang tugas kita untuk mengembalikan masa kejayaan Islam seperti dulu melalui berbagai lembaga keilmuan yang ada di negara-negara Islam.

Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah hanya karena dua hal; karena imannya dan karena ketinggian ilmunya. Bukan karena jabatan atau hartanya. Karena itu dapat kita ambil kesimpulan bawa ilmu pengetahuan harus disandingkan dengan iman. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Perpaduan antara ilmu pengetahuan dan iman akan menghasilkan peradaban yang baik yang disebut dengan Al-Madinah al-Fadhilah.

Dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik pria maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita sehingga potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan. Karena itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu termasuk bagian dari ibadah. Ibadah tidak terbatas kepada masalah shalat, puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya dengan benar. Imam Ja’far As-Shadiq pernah berkata: “Aku sangat senang dan sangat ingin agar orang-orang yang dekat denganku dan mencintaiku, mereka dapat belajar agama, dan supaya ada di atas kepala mereka cambuk yang siap mencambuknya ketika ia bermalas-malasan untuk menuntut ilmu agama”.
 
Ajaran agama Islam yang menekankan kewajiban menuntut ilmu tanpa mengenal gender. Karena menuntut ilmu sangat bermanfaat dan setiap ilmu pasti bemanfaat. Kalau kita dapati ilmu yang tidak bermanfaat, hal itu karena faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Sedangkan ilmu itu sendiri pasti sesuatu yang bermanfaat. 


http://jumiartiagus.multiply.com/journal/item/138


7 Manfaat Doa

| |

Saudaraku ... do’a itu memiliki banyak sekali fadhilah atau keutamaan. Berikut beberapa di antaranya:


Pertama: Do’a adalah ibadah dan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
Do’a adalah ibadah.” (HR. Abu Daud no. 1479, At Tirmidzi no. 2969, Ibnu Majah no. 3828 dan Ahmad 4/267; dari An Nu’man bin Basyir)

Kedua: Do’a adalah sebab untuk mencegah bala’ bencana.

Ketiga: Do’a itu amat bermanfaat dengan izin Allah. Manfaat do’a ada dalam tiga keadaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR. Ahmad 3/18, dari Abu Sa'id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid)

Keempat:  Do’a adalah sebab kuat dan semakin mendapatkan pertolongan menghadapi musuh.

Kelima: Do’a merupakan bukti benarnya iman dan pengenalan seseorang pada Allah baik dalam rububiyah, uluhiyah maupun nama dan sifat-Nya. Do’a seorang manusia kepada Rabbnya menunjukkan bahwa ia yakini Allah itu ada dan Allah itu Maha Ghoni (Maha Mencukupi), Maha Melihat, Maha Mulia, Maha Pengasih, Maha Mampu, Rabb yang berhak diibadahi semata tidak pada selainnya.

Keenam: Do’a menunjukkan bukti benarnya tawakkal seseorang kepada Allah Ta’ala. Karena seorang yang berdo’a ketika berdo’a, ia berarti meminta tolong pada Allah. Ia pun berarti menyerahkan urusannya kepada Allah semata tidak pada selain-Nya.

Ketujuh: Do’a adalah sebagai peredam murka Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
Barangsiapa yang tidak meminta pada Allah, maka Allah akan murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 3373. Syaikh Al Albani mengatakan  bahwa hadits ini hasan)

Semoga faedah ilmu ini memberikan kita motivasi untuk terus berdo’a dan banyak memohon pada Allah. Setiap do’a pasti bermanfaat. Setiap do’a pasti akan diberi yang terbaik oleh Allah menurut-Nya. Jadi jangan putus untuk terus memohon.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com


Sedekah Tidaklah Mengurangi Harta

| Kamis, 03 Februari 2011 |

Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta ... Yakinlah!
Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padaku,

لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ
Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan menahan rizki untukmu.”

Dalam riwayat lain disebutkan,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.”
Hadits ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadits no. 559 (60/16).
Beberapa faedah hadits:
Pertama: Hadits di atas memberikan motivasi untuk berinfaq. Bukhari sendiri membawakan hadits ini dalam Bab “Motivasi untuk bersedekah (mengeluarkan zakat) dan memberi syafa’at dalam hal itu”. An Nawawi membuat bab untuk hadits ini “Motivasi untuk berinfaq (mengeluarkan zakat) dan larangan untuk menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan).”
Kedua: Hadits ini menunjukkan tercelanya sifat bakhil dan pelit.
Ketiga: Hadits di atas menunjukkan bahwa al jaza’ min jinsil ‘amal, balasan sesuai dengan amalan perbuatan.
Keempat: Ibnu Baththol menerangkan riwayat pertama di atas dengan mengatakan, “Janganlah engkau menyimpan-nyimpan harta tanpa mensedekahkannya (menzakatkannya). Janganlah engkau enggan bersedekah (membayar zakat) karena takut hartamu berkurang. Jika seperti ini, Allah akan menahan rizki untukmu sebagaimana Allah menahan rizki untuk para peminta-minta.”
Kelima: Menyimpan harta yang terlarang adalah jika enggan mengeluarkan zakat dan sedekah dari harta tersebut. Itulah yang tercela.
Keenam: Hadits ini menunjukkan larangan enggan bersedekah karena takut harta berkurang. Kekhawatiran semacam ini adalah sebab hilangnya barokah dari harta tersebut. Karena Allah berjanji akan memberi balasan bagi orang yang berinfaq tanpa batasan. Inilah yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani.
Ketujuh: Bukhari dan Muslim sama-sama membawakan hadits di atas ketika membahas zakat. Ini menunjukkan bahwa yang mesti diprioritaskan adalah menunaikan sedekah yang wajib (yaitu zakat) daripada sedekah yang sunnah.
Kedelapan: Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini menunjukkan sedekah (zakat) itu dapat mengembangkan harta. Maksudnya adalah sedekah merupakan sebab semakin berkah dan bertambahnya harta. Barangsiapa yang memiliki keluasan harta, namun enggan untuk bersedekah (mengeluarkan zakat), maka Allah akan menahan rizki untuknya. Allah akan menghalangi keberkahan hartanya. Allah pun akan menahan perkembangan hartanya.”
Kesembilan: Sedekah tidaklah mengurangi harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Sedekah tidaklah mengurangi harta.
Makna hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah ada dua penafsiran:
  1. Harta tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.
  2. Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan hadits di atas dengan mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya semata. Beliau bersabda, “Sedekah tidaklah mungkin mengurangi harta”. Kalau dilihat dari sisi jumlah, harta tersebut mungkin saja berkurang. Namun kalau kita lihat dari hakekat dan keberkahannya justru malah bertambah. Boleh jadi kita bersedekah dengan 10 riyal, lalu Allah beri ganti dengan 100 riyal. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). Allah akan mengganti bagi kalian sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”. -Demikian penjelasan sangat menarik dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah
Alhamdulillah, beberapa faedah sangat berharga telah kita gali dari hadits di atas. Semoga hal ini semakin mendorong kita untuk mengeluarkan zakat yang nilainya wajib dan sedekah-sedekah lainnya. Perhatikanlah syarat nishob dan haul setiap harta kita yang berhak untuk dizakati. Semoga Allah selalu memberkahi harta tersebut.
Namun ingatlah, tetapkanlah niatkan sedekah dan zakat ikhlas karena Allah dan jangan cuma mengharap keuntungan dunia semata. Kami mohon pembaca bisa baca artikel menarik lainnya di sini: Amat disayangkan, banyak sedekah hanya untuk memperlancar rizki.
Semoga penjelasan ini dapat menjadi ilmu bermanfaat bagi kita sekalian. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Saat Terindah dalam Hidup

| Kamis, 20 Januari 2011 |


Pernakah Anda mengalami saat-saat terindah dalam hidup Anda? Apakah
yang Anda rasakan pada saat itu? Bukankah Anda merasakan hati Anda
sangat bahagia sehingga Anda ingin seandainya saat-saat itu terulang
kembali?

Setiap insan tentu pernah merasakan saat-saat terindah dalam hidupnya,
akan tetapi masing-masing orang akan menjadikan saat terindah dalam
hidupnya sesuai dengan apa yang mendominasi hati dan jiwanya.

Orang yang sedang semangat melakukan usaha perdagangan dan bisnis
menganggap saat terindah adalah ketika dia berhasil meraup keuntungan
besar dan berlipat ganda dalam bisnisnya. Orang yang berambisi besar
untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan duniawi merasa saat yang
terindah adalah ketika dia berhasil menduduki jabatan tinggi dan
penting dalam kariernya.

Demikian pula, orang yang sedang dimabuk cinta merasa bahwa saat
terindah adalah ketika cintanya diterima oleh sang kekasih dan ketika
berjumpa dengannya.

Demikianlah sekilas gambaran keadaan manusia dalam menilai saat-saat
terindah dalam hidup mereka Sekarang marilah kita perhatikan dan
renungkan dengan seksama, manakah di antara semua itu yang benar-benar
merupakan kebahagiaan dan keindahan yang sejati, sehingga orang yang
mendapatkannya berarti sungguh dia telah merasakan saat terindah dalam
hidupnya?

Renungan tentang keindahan dan kebahagiaan hidup yang sejati

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya bentuk-bentuk kebahagiaan
(keindahan) yang diprioritaskan oleh jiwa manusia ada tiga (macam):

1- Kebahagiaan (keindahan) di luar zat (diri) manusia, bahkan
keindahan ini merupakan pinjaman dari selain dirinya, yang akan hilang
dengan dikembalikannya pinjaman tersebut. Inilah kebahagiaan
(keindahan) dengan harta dan kedudukan (jabatan duniawi).

Keindahan seperti ini adalah seperti keindahan seseorang dengan
pakaian (indah) dan perhiasannya, tapi ketika pandanganmu melewati
penutup dirinya tersebut maka ternyata tidak ada satu keindahanpun
yang tersisa pada dirinya!

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang ulama yang menumpang
sebuah kapal laut bersama para saudagar kaya, kemudian kapal tersebut
pecah (dan tenggelam bersama seluruh barang-barang muatan). Maka para
saudagar tersebut serta merta menjadi orang-orang yang hina dan rendah
(karena harta mereka tenggelam di laut) padahal sebelumnya mereka
merasa mulia (bangga) dengan kekayaan mereka. Sedangkan ulama tersebut
sesampainya di negeri tujuan beliau dimuliakan dengan berbagai macam
hadiah dan penghormatan (karena ilmu yang dimilikinya). Ketika para
saudagar yang telah menjadi miskin itu ingin kembali ke negeri mereka,
mereka bertanya kepada ulama tersebut: Apakah anda ingin menitip pesan
atau surat untuk kaum kerabat anda? Maka ulama itu menjawab: “Iya,
sampaikanlah kepada mereka: Jika kalian ingin mengambil harta
(kemuliaan) maka ambillah harta yang tidak akan tenggelam (hilang)
meskipun kapal tenggelam, oleh karena itu jadikanlah ilmu sebagai
(barang) perniagaan (kalian)”.

2- (Bentuk) kebahagiaan (keindahan) yang kedua: kebahagiaan
(keindahan) pada tubuh dan fisik manusia, seperti kesehatan tubuh,
keseimbangan fisik dan anggota badan, keindahan rupa, kebersihan kulit
dan kekuatan fisik. Keindahan ini meskipun lebih dekat (pada diri
manusia) jika dibandingkan dengan keindahan yang pertama, namun pada
hakikatnya keindahan tersebut di luar diri dan zat manusia, karena
manusia itu dianggap sebagai manusia dengan ruh dan hatinya, bukan
(cuma sekedar) dengan tubuh dan raganya, sebagaimana ucapan seorang
penyair:

Wahai orang yang (hanya) memperhatikan fisik, betapa besar kepayahanmu
dengan mengurus tubuhmu

Padahal kamu (disebut) manusia dengan ruhmu bukan dengan tubuhmu

[1]Inilah keindahan semu dan palsu milik orang-orang munafik yang
tidak dibarengi dengan keindahan jiwa dan hati, sehingga Allah Ta’ala
mencela mereka dalam firman-Nya:

{
وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا
تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ}

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh (penampilan fisik)
mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar”
(QS al-Munafiqun: 4).

Artinya: mereka memiliki penampilan rupa dan fisik yang indah, tapi
hati dan jiwa mereka penuh dengan keburukan, ketakutan dan kelemahan,
tidak seperti penampilan lahir mereka[2].

3- (Bentuk) kebahagiaan (keindahan) yang ketiga: inilah kebahagiaan
(keindahan) yang sejati, keindahan rohani dalam hati dan jiwa manusia,
yaitu keindahan dengan ilmu yang bermanfaat dan buahnya (amalan shaleh
untuk mendekatkan kepada Allah Ta’ala).

Sesungguhnya kebahagiaan inilah yang menetap dan kekal (pada diri
manusia) dalam semua keadaan, dan menyertainya dalam semua perjalanan
(hidupnya), bahkan pada semua alam yang akan dilaluinya, yaitu: alam
dunia, alam barzakh (kubur) dan alam tempat menetap (akhirat). Dengan
inilah seorang hamba akan meniti tangga kemuliaan dan derajat
kesempurnaan”[3].

Berbahagialah dengan saat terindah dalam hidupmu!

Berdasarkan renungan tentang keindahan dan kebahagiaan hidup di atas,
maka jelaslah bahwa keindahan dan kebahagiaan yang sejati dalam hidup
manusia adalah dengan mengamalkan amalan shaleh yang dicintai oleh
Allah Ta’ala dan mengutamakannya di atas segala sesuatu yang ada di
dunia ini.

Inilah keindahan dan kebahagiaan sejati yang direkomendasikan oleh
Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

{
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ
خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}

“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan
itu mereka (orang-orang yang berilmu) bergembira (berbangga), kurnia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa (kesenangan
duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)” (QS Yunus:58).

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang yang
beriman agar mereka merasa bangga (gembira dan bahagia) dengan
anugerah yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka, dan Dia U menyatakan
bahwa anugerah dari-Nya itu lebih indah dan mulia dari semua
kesenangan dunia yang berlomba-lomba dikejar oleh kebanyakan manusia
”Karunia Allah” dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ulama ahli tafsir
dengan “keimanan”, sedangkan “Rahmat Allah” ditafsirkan dengan “Al
Qur-an”, yang keduanya (keimanan dan Al Qur-an) adalah ilmu yang
bermanfaat dan amalan shaleh, sekaligus keduanya merupakan petunjuk
dan agama yang benar (yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam)[4].

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata, “Kenikmatan (yang berupa) agama
(iman) yang bergandengan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat (jelas)
tidak bisa dibandingkan dengan semua kenikmatan duniawi yang hanya
sementara dan akan hilang”[5].

Inilah kebahagiaan hakiki bagi hati dan jiwa manusia, yang digambarkan
oleh Imam Ibnul Qayyim dalam ucapan beliau, “Semua perintah Allah
(dalam agama Islam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan kepada
hamba-hamba-Nya, serta semua hukum yang disyariatkan-Nya (pada
hakekatnya) merupakan qurratul ‘uyuun (penyejuk pandangan mata), serta
kesenangan dan kenikmatan bagi hati (manusia), yang dengan (semua)
itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenangan dan
kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) tidak akan
merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali
dengan semua itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

{
يا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدىً وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ،
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ
خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ}

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:
“Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa
(kesenangan duniawi) yang dikumpulkan (oleh manusia)”
(QS.Yuunus:57-58)”[6].

Maka berdasarkan semua ini, berarti saat yang paling indah dalam hidup
seorang manusia adalah ketika Allah Ta’ala melimpahkan taufik-Nya
kepadanya untuk mengikuti jalan Islam dan memberi petunjuk kepadanya
untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya guna mencapai
keridhaan-Nya.

Inilah pernyataan yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada shahabat yang mulia, Ka’ab bin Malik, ketika Allah
Ta’ala menurunkan ayat al-Qur’an[7] tentang diterima-Nya taubat
shahabat ini dan dua orang shahabat lainnya, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya dengan wajah yang berseri-seri
karena gembira, “Berbahagialah dengan hari terindah yang pernah kamu
lalui sejak kamu dilahirkan ibumu”[8].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan hari diterimanya
taubat seorang hamba oleh Allah Ta’ala sebagai hari/saat yang terindah
dalam hidupnya karena taubat itulah yang menyempurnakan keislaman
seorang hamba, maka ketika dia masuk Islam itulah awal kebahagiaannya
dan ketika Allah Ta’ala menerima taubatnya itulah penyempurna dan
puncak kebahagiaannya, sehingga hari itu adalah saat terindah dalam
hidupnya[9].

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Dalam hadits ini terdapat argumentasi
(yang menunjukkan) bahwa hari yang paling indah dan utama bagi seorang
hamba secara mutlak adalah ketika dia bertaubat kepada Allah dan Allah
menerima taubatnya.…Kalau ada yang bertanya: Bagaimana (mungkin) hari
ini (dikatakan) lebih baik daripada hari (ketika) dia masuk Islam?
Jawabannya: hari ini adalah penyempurna dan pelengkap hari (ketika)
dia masuk Islam, maka hari (ketika) dia masuk Islam adalah awal
kebahagiaanya, sedangkan hari taubatnya adalah penyempurna dan
pelengkap kebahagiaanya, wallahu musta’aan[10].

Senada dengan hadits di atas, ucapan shabat yang mulia, Anas bin Malik
yang menggambarkan kegembiraan para shahabat ketika mendengar sebuah
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik
berkata, “Maka kami (para shahabat ) tidak pernah merasakan suatu
kegembiraan setelah (kegembiraan dengan) Islam melebihi kegembiraan
kami tatkala mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Engkau (akan dikumpulkan di surga) bersama orang yang kamu cintai”.
Maka aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu bakar t dan
Umar t, dan aku berharap akan bersama mereka (di surga nanti) dengan
kecintaanku kepada mereka meskipun aku belum mampu melakukan seperti
amal perbuatan mereka”[11].

Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa saat-saat yang terindah bagi
orang-orang yang sempurna imannya, para shahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika mereka mendapat hidayah
untuk menempuh jalan Islam dan ketika mereka memahami serta
mengamalkan petunjuk Allah Ta’ala untuk mencapai ridha-Nya dan masuk
ke dalam surga-Nya.

Saat yang paling indah di akhirat kelak adalah ketika bertemu Allah Ta’ala

Allah Ta’ala berfirman,

{
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا
وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}

“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya (Allah
Ta’ala) maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan Allah dengan apapun dalam beribadah kepada-Nya” (QS
al-Kahfi:110).

Inilah saat terindah yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah Ta’ala, yaitu saat ketika bertemu
dengan-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan dan kemuliaan
dari-Nya[12].

Dalam sebuah doa dari Imam Hasan al-Bashri: “Ya Allah, jadikanlah
sebaik-baik amalan kami sebelum ajal (menjemput) kami, dan jadikanlah
sebaik-baik hari (bagi) kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu”[13].

Mereka inilah orang-orang yang mencintai perjumpaan dengan Allah
Ta’ala maka Allah pun mencintai perjumpaan dengan mereka, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang
mencintai perjumpaan dengan Allah maka Allah mencintai perjumpaan
dengannya“[14].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kegembiraan
orang yang bertakwa ketika bertemu Allah Ta’ala dengan amal shaleh
yang mereka lakukan di dunia, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan;
kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika berjumpa
dengan Rabbnya (Allah Ta’ala)”[15].

Kemudian, saat yang paling indah bagi orang-orang yang beriman ketika
berjumpa dengan Allah Ta’ala adalah saat mereka memandang wajah-Nya
yang maha mulia. Inilah kenikmatan tertinggi yang Allah janjikan bagi
mereka yang melebihi besarnya kenikmatan lainnya yang ada di surga.
Allah Ta’ala berfirman,

{
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ
وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ}

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)
dan tambahannya (melihat wajah Allah Ta’ala). Dan muka mereka tidak
ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya” (QS Yuunus:26).

Arti “tambahan” dalam ayat ini ditafsirkan langsung oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih, yaitu
kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah orang yang paling memahami makna firman Allah
Ta’ala[16]. Dalam hadits yang shahih dari seorang sahabat yang mulia,
Shuhaib bin Sinan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala Berfirman:
“Apakah kalian (wahai penghuni surga) menginginkan sesuatu sebagai
tambahan (dari kenikmatan surga)? Maka mereka menjawab: Bukankah
Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah
memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari (azab)
neraka? Maka (pada waktu itu) Allah Membuka hijab (yang menutupi
wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni surga tidak pernah
mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai dari pada
melihat (wajah) Allah Ta’ala”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam membaca ayat tersebut di atas[17].

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan
bahwa kenikmatan melihat wajah Allah Ta’ala adalah kenikmatan yang
paling mulia dan agung serta melebihi kenikmatan-kenikmatan di surga
lainnya[18].

Imam Ibnu Katsir berkata: ”(Kenikmatan) yang paling agung dan tinggi
(yang melebihi semua) kenikmatan di surga adalah memandang wajah Allah
yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung (melebihi)
semua (kenikmatan) yang Allah berikan kepada para penghuni surga.
Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-mata)
karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah”
[19].

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menggandengkan kenikmatan tertinggi ini dengan sifat kekasih Allah
Ta’ala yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu selalu merindukan
perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda dalam doa beliau, “(Ya Allah) aku meminta kepada-Mu
kenikmatan memandang wajah-Mu (di akhirat nanti) dan aku meminta
kepada-Mu kerinduan untuk bertemu dengan-Mu (sewaktu di dunia), tanpa
adanya bahaya yang mencelakakan dan fitnah yang menyesatkan”[20].

Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau “Ighaatsatul lahafaan”[21]
menjelaskan keterkaitan dua hal ini, yaitu bahwa kenikmatan tertinggi
di akhirat ini (melihat wajah Allah Ta’ala) adalah balasan yang Allah
Ta’ala berikan kepada orang yang selalu mengharapkan dan merindukan
pertemuan dengan Allah Ta’ala, yaitu kekasih-Nya yang telah merasakan
kesempurnaan dan kemanisan iman, yang wujudnya berupa perasaan tenang
dan bahagia ketika mendekatkan diri dan berzikir kepada-Nya.

Atau dengan kata lain, orang yang akan menjumpai saat yang paling
indah dan dinanti-nantikan di akhirat ini, yaitu saat melihat wajah
Allah Ta’ala yang maha mulia, adalah orang yang ketika di dunia dia
merasakan bahwa saat terindah dalam hidupnya adalah ketika dia
beribadah dan mendekatkan diri kepada Zat yang dicintainya, Allah
Ta’ala.

Nasehat dan penutup

Demikianlah gambaran saat-saat paling indah bagi para kekasih Allah
Ta’ala di dunia dan akhirat, bandingkanlah dengan saat-saat yang
dianggap paling indah oleh mayoritas manusia sekarang ini.

Kemudian tanyakan kepada diri kita sendiri: apakah yang kita anggap
sebagai saat terindah dalam hidup kita?

Maka berbahagialah hamba Allah yang menjadikan saat terindah dalam
hidupnya ketika dia beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala. Berbahagialah dengan kabar gembira dari Allah Ta’ala berikut
ini:

{
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنزلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي
أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نزلا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ}

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami adalah Allah”
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (beristiqamah), maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan memberi kabar gembira):
“Janganlah kamu merasa takut dan bersedih hati; dan bergembiralah
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.
Kamilah penolong-penolongmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di
dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh
(pula) apa yang kamu minta”. Sebagai hidangan (balasan yang kekal
bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS
Fushilat: 30-32).

Dalam ayat lain, Allah berfirman:

{
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ
يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ، لَهُمُ
الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، لا تَبْدِيلَ
لِكَلِمَاتِ اللَّهِ، ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}

“Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali (kekasih) Allah itu, tidak ada
kekhawatiran bagi mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi
mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang
demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS Yunus: 62-64).

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala
agar Dia senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita untuk
mendapatkan kebaikan dari-Nya di dunia dan akhirat, sesungguhnya Dia
Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن
الحمد لله رب العالمين


Keutamaan Tauhid

| Sabtu, 15 Januari 2011 |

Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki banyak keutamaan, antara lain.

[1]. Orang yang bertauhid kepada Allah akan dihapus dosa-dosanya.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits qudsi, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi berfirman

‘...Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.’”

[2]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan mendapatkan petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan mendapatkan rasa aman. Allah Azza wa Jalla berfirman.

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. ” [Al-An’aam: 82]

Di antara permohonan kita yang paling banyak adalah memohon agar ditunjuki jalan yang lurus.

“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.” [Al-Faatihah: 6-7]

Yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang yang shalih.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baik-nya.” [An-Nisaa': 69]

Kita juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang yang sesat, yaitu jalannya kaum Yahudi dan Nasrani.

[3]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dihilangkan kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman

“...Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka...” [Ath-Thalaq: 2-3]

Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak bertauhid. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan keluar dari berbagai masalah hidupnya.

[4]. Orang yang mentauhidkan Allah, maka Allah akan menjadikan dalam hatinya rasa cinta kepada iman dan Allah akan menghiasi hatinya dengannya serta Dia menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.

Allah Azza wa jalla berfirman

“...Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [Al-Hujurat: 7]

[5]. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan ridha Allah, dan orang yang paling bahagia dengan syafa’at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang mengatakan  dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.

[6]. Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dijamin masuk Surga.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga.”
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menye-kutukan Allah dengan sesuatu, ia masuk Surga.”

[7]. Orang yang bertauhid akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kemenangan, pertolongan, kejayaan dan kemuliaan.

Allah Azza wa Jalla berfirman

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” [Muhammad: 7]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman.

“Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nuur: 55]

[8]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diberi kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

[9]. Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

“Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman, ‘Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi iman!’ Maka mereka pun dikeluarkan dari Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?”

[10]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, maka amal yang sedikit itu akan menjadi banyak.

Allah Azza wa Jalla berfirman

“Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” [Al-Mulk: 2]

Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah Azza wa Jalla menyebutkan dengan “amal yang baik”, tidak dengan “amal yang banyak”. Amal dikatakan baik atau shalih bila memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Ikhlas, dan (2) Ittiba’ (mengikuti contoh) Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallm. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa kalimat áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó Çááåõ pada hari Kiamat lebih berat di-bandingkan langit dan bumi dengan sebab ikhlas.

[11]. Mendapat rasa aman. Orang yang tidak bertauhid, selalu was-was, dalam ketakutan, tidak tenang. Mereka takut kepada hari sial, atau punya anak lebih dari dua, takut tentang masa depan, takut hartanya lenyap dan seterusnya.

[12]. Tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal kita. Sempurna dan tidaknya amal seseorang ber-gantung pada tauhidnya. Orang yang beramal tapi tidak sempurna tauhidnya, misalnya riya, tidak ikhlas, niscaya amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan mendatangkan kebahagiaan baik itu berupa shalat, zakat, shadaqah, puasa, haji dan lainnya. Syirik (besar) akan menghapus seluruh amal.

[13]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diringankan dari perbuatan yang tidak ia sukai dan dari penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu, jika seorang hamba menyempurnakan tauhid dan keimanannya, niscaya kesusahan dan kesulitan dihadapinya dengan lapang dada, sabar, jiwa tenang, pasrah dan ridha kepada takdir-Nya.

Para ulama banyak menjelaskan bahwasanya orang sakit dan mendapati musibah itu harus meyakini bahwa:

[a]. Penyakit yang diderita itu adalah suatu ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Dan penyakit adalah sebagai cobaan dari Allah.
[b]. Hal itu disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiyat yang ia kerjakan.
[c]. Hendaklah ia meminta ampun dan kesembuhan kepada Allah Azza wa Jalla, serta meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla sajalah yang dapat menyembuhkannya.

[14]. Tauhid akan memerdekakan seorang hamba dari peng-hambaan kepada makhluk-Nya, agar menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja yang menciptakan semua makhluk.

Artinya yaitu orang-orang yang bertauhid dalam kehidupannya hanya menghamba, memohon pertolongan, meminta ampunan dan berbagai macam ibadah lainnya, hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.

[15]. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dimudahkan untuk melaksanakan amal-amal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, serta dapat menghibur seseorang dari musibah yang dialaminya.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umatnya agar berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla untuk memohon segala kebaikan dan dijauhkan dari berbagai macam kejelekan serta dijadikan setiap ketentuan (qadha) itu baik untuk kita. Do’a yang dibaca Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut adalah

“Ya Allah..., dan aku minta kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap ketetapan (qadha) yang telah Engkau tetapkan bagiku merupakan suatu kebaikan.”
Salah satu rukun iman adalah iman kepada qadha’ dan qadar, yang baik dan yang buruk. Dengan mengimani hal ini niscaya setiap apa yang terjadi pada diri kita akan ringan dan mendapat ganjaran dari Allah apabila kita sabar dan ridha.

[16]. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas dan benar akan dilapangkan dadanya.

[17]. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas, jujur dan tawakkal kepada Allah dengan sempurna, maka akan masuk Surga tanpa hisab dan adzab.


Berjihadlah dengan Ilmu dan Al-Qur'an

| |

Menyebarkan ilmu adalah ibadah dan jihad, Allah Jalla Jalaluhu memerintahkan NabiNya yang pada waktu itu berada di Mekkah untuk berjihad kepada kaum musyrikin (orang-orang yang mempersekutukan Allah Jalla Jalaluhu) dengan ilmu.

Allah Jalla Jalaluhu berfirman.

“Artinya : Maka janganlah engkau mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar” [Al-Furqon : 53]

Yaitu berjihad “ dengan ilmu” dan “dengan Al-Qur’an”. Dengannya kebaikan dan pengaruh akan menetap.

Penuntut ilmu itu mempengaruhi dan menyebarkan kebaikan, oleh karena itu dalam hadits disebutkan.

“Artinya : Keutamaan seorang yang berilmu atau ahli ibadah adalah sebagaimana keutamaanku atas orang yang terendah dari kalian”.

Adapun orang yang shalih itu hanya bagi dirinya sendiri, tidaklah memberi pengaruh kecuali kepada dirinya sendiri, maka tidak syak lagi keutamaan ilmu sangat agung. Jika seseorang siap untuk mengajarkan (ilmu) di negerinya maka hal ini baik. Dari kebiasaan manusia ia akan menuju (dalam menuntut ilmu) kepada para ulama yang terkemuka dan berpaling dari penuntut ilmu yang (tingkatan ilmunya) dibawah ulama. Saya katakan perkara ini sesuai dengan tabi’at (manusia).

Dan peran penuntut ilmu yang menghadiri majelis ilmu yang menerangkan “matan-matan pendek” (tulisan ringkas dari seorang ulama yang belum dijelaskan) dan mereka menguasai ilmu tauhid, atau sejarah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar pergi ke negeri lain dan mengadakan daurah ilmiyah, (di Afrika, Indonesia) serta (hendaknya) mengerluarkan harta dan (mengajarkan) ilmu tentang aqidah, disertai sikap taqwa kepada Allah Jalla Jalaluhu terhadap apa yang mereka ucapkan.

Dan ilmu yang paling utama (yang seharusnya disampaikan) di suatu negeri yang tersebar bid’ah dan kesyirikan adalah ilmu tauhid yaitu ilmu (yang menjelaskan) hak Allah Jalla Jalaluhu yang wajib ditunaikan hambaNya. Ilmu inilah yang dibawa oleh para rasul dan didakwahkan mereka, maka ilmu inilah yang paling utama untuk anda wariskan dan kekalkan di setiap tempat manapun. Kemudian anda ajarkan Al-Qur’an dan hadits, karena inilah yang kekal dan diterima, lalu ajarkan arbain Nawawi atau semisalnya, jangan pedulikan keritikan dan pengingkaran ulama di negeri itu, (karena mereka berkhayal dengan was-was syaithan), dan jangan pedulikan permusuhan syaithan terhadap wali-wali Allah Jalla Jalaluhu.

Oleh karena itu jihad yang paling utama terhadap musuh-musuh Allah Jalla Jalaluhu dan syaithan adalah menyebarkan ilmu. Sebarkanlah ilmu di setiap tempat sesuai kemampuanmu dan bertaqwalah keapda Allah Jalla Jalaluhu.





sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/1747/slash/0
sumber gambar: buzzyaqilah.blogspot.com


Toleransi dalam Islam

| Jumat, 14 Januari 2011 |


Salah satu ciri Islam yang penting adalah, Islam berusaha untuk menguatkan perdamaian untuk umat manusia dan untuk tercapainya tujuan itu Islam meletakkan dasar toleransi beragama. Salah satu ajaran pokok Islam yang mendapat tempat pertama adalah pengakuan kebenaran semua utusan Tuhan yang diutus-Nya untuk petunjuk bagi manusia yang untuknya mereka diutus sejak masa Adam a.s. Kita baca dalam Alquran Suci:
“Dan untuk semua umat ada seorang rasul”. (10:48).
“Dan untuk setiap kaum ada petunjuk” (13:8). “
“dan sesungguhnya telah kami bangkitkan dalam setiap umat seorang rasul dengan ajaran ‘sembahlah Allah dan jauhilah Thagut.” (16:37).
“Dan tiada satu umat kecuali telah berlalu di dalamnya seorang pemberi peringatan.” (35:25)

Islam adalah agama per tama yang mengakui nabi-nabi dan seluruh agama yang diwahyukanm walaupun nabi-nabi agama-agama terdahulu itu memusatkan perhatian mereka hanya kepada bangsa-bangsa dan suku-suku tertentu yang kepadanya mereka diutus. Nabi Suci Islam, Muhamamd saw diutus bukan hanya untuk bangsa Arab tetapi untuk seluruh manusia.
“Dan kami utus engkau sebagai Rasul bagi sekalian manusia”. (4:80)
“Katakanlah ‘Hai manusia , sesunggunya aku Rasulullah untuk kalian semua yang pada-Nya kerajaan langit dan bumi.” (7:159)
“Dan tidaklah kami utus engkau melainkan sebagai pembawa kabar suka dan pemberi peringatan kepada seluruh manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui .” (34:29)
Mari kita lihat kembali sejarah Islam dan lihatlah betapa prinsip-prinsip toleransi beragama diterapkan. Nabi Muhamamd saw dan pengikut beliau menderita bertahun-tahun oleh penganiayaan di Mekkah sebelum berhijrah ke tempat yang lebih aman di Madinah yang letaknya 200 mil dari Mekkah. Disana nabi Muhammad saw mengatur masyarakat kaum Muslimin dan salahsatu langkah per tama yang beliau ambil adalah mengadakan perjanjian dengan tiga golongan utama di Madinah meliputi kaum Yahudi, pengikut-pengikut beliau di Madinah (Anshor) dan golongan Muslim dari Mekkah (muhajirin). Dalam perjanjian per tama dengan golongan lain, kebebasan beragama diberikan kepada yang bukan muslim. Yahudi madinah bebas menjalankan agama mereka sendiri. Mereka bebas untuk hidup menurut kepercayaan dan amalan mereka sendiri. Meman tak diragukan bahwa kemudian mereka dihalau dari Madinah tetapi itu bukanlah disebabkan kepercayaan agama mereka namun disebabkan merka tidak setia kepada negara.
Nabi Suci Muhammad saw juga memberi jaminan kebebasan kepada kaum Kristen Najran, menjamin perlindungan terhadap jiwa, harta dan agama mereka. Bahwa gereja-gereja mereka tidak akan dihancurkan dengan cara apapun. Mereka tidak dibenarkan untuk diambil pajak nya secara tidak adil dan tidak dibenarkan ada gereja diruntuhkan untuk tujuan pembangunan Mesjid di tempat itu. Seandainya seorang Muslim menikahi wanita Kristen, wanita itu bebas menjalankan kewajiban agama nya sendiri. Orang-orang muslim harus siap membantu orang Kristen jika mereka perlu bantuan dalam memperbaiki tempat-tempat ibadah mereka. Kitab Suci Alquran secara jelas menjunjung perlakuan baik semua tempat ibadah dan juga kebebasan dalam memilihdan menjalankan agama:
“Jika tuhan tidak menolak manusia dengan sebagaian yang lain, niscaya diruntuhkan kebanyakan biara dan kuil dan Gereja dan Sinagog dan Mesjid yan dialamnya nama Tuhan banyak diingat. (22:41)
“tak ada Paksaan dalam agama” (2:257)
Islam lebih lanjut tidak membeatasi keselamatan hanya untuk orang-orang Islam, Ayat berikut ini menunjukkan siapa saja yang beriman kepada Tuhan dan hari akhirat dan tulus serta beramal saleh tidak ada sebab untuk takut dan duka cita.
“Sesungguhnya mereka yang beriman, Yahudi dan Nasrani serta Sabiin yang percaya kepada Allah dan Hari Akhirat dan beramal saleh akan menerima ganjaran dari Tuhan mereka dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka berduka cita.”
Islam Tidak Disebarkan dengan Pedang
Ada satu kesalahpahaman yang berakar kuat bahwa Islam disebarkan dengan perdang, takada yang dapat lebih jauh kebenaran. Seperti telahdisebutkan Alquran menetapkan tak ada paksaan sama sekali dalam masalah agama.
“Dan Jika Tuhan engkau mau memaksakan kehendak-Nya pasti akan beriman mereka semua yang ada di bumi. Apakah engkau kemudian akan memaksa manusia menjadi beriman?” (10:100)
“Barangsiapa menghendaki biarlah dia beriman dan barangsiapa menghendaki biarlah dia kafir”. (18:30)
“Katakanlah: ‘Hai Manusia, telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. Maka barangsiapa mengikuti mengikuti petunjuk adalah untuk kebaikan dirinya sendiri, dan barangsiapa sesat adalah merugikan dirinya sendiri. Dan aku tidak menjadi penjaga atas kamu.” (10:109)
“Tak ada paksaan dalam agama sesungguhnya telah nyata petunjuk daripada kesesatan.” (2:257)
“Jangan kalian mencaci maki berhala-berhala yang diseru selain Allah, sebab bila kalian melakukannya, mereka akan balas mencaci maki Allah disebabkan mereka tidak mengetahui.” (6:109)
Benar bahwa kaum musimin berperang tetapi mereka hanya dibenarkan melakukan di bawah ketentuan-ketentuan tertentu. Kitab Suci Alquran menyatakan:
“Diizinkan berperang bagi mereka yang diperangi sebab mereka telah dianiaya dan sesungguhnya Allah berkuasa untuk menolong mereka. Yakni mereka yang diusir dari rumah-rumah mereka secara tidak adil hanya karena mereka mengatakan, ‘tuhan kami adalah Allah” (22: 40-41)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang telah memerangi kamu tetapi janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Ayat-ayat ini mengizinkan kaum uslimin untuk berperang hanya ketika mereka menjadi korban agresi dan kemerdekaan beragama ada dalam bahaya. Setiap orang yang mempelajari sejarah Islam mengetahui bahwa untuk waktu lama nabi Suci Muhmammad saw dan para pengikut beliau dianiaya oleh para penentang dalam usaha mereka untuk menghapuskan Islam dan kaum muslimin awal di tanah Arab.
Islam berarti damai dan nabi Suci Muhammad saw selalu berusaha untuk menegakkan perdamaian dan membuat perjanjian-perjanjian damai dengan orang-orang yang memusuhi beliau, diantaranya adalah perjanjian Hudaibiah yang disetujui bahwa jika seorang kafir pergi kepada kaum muslimin dia harus dikembalikan. Perjanjian ini membuktikan bahwa tidak ada pemaksaan yang digunakan terhadap orang kafir. Itu merupakan perjanjian toleransi beragama, Alquran hanya mengizinkan perang mempertahankan diri. Sungguh tidak benar bahwa Islam mengizinkan memasukkan orang bukan islam dengan kekerasan dan paksaan, kenyatannya musuh-musuh Islam yang mengangkat senjata memerangi kaum muslimin.
Ketika pasukan Salib Kristen merebut Yerusalem dari tangan kaum muslimin, mereka tanpa belas kasihan membantai penduduknya, tetapi ketika Salahuddin merebut kembali kota itu beliau memberi kebebasan kepada semua orang Kristen, membantu merkea dengan makanan dan uang serta memberi mereka kebebasan untuk pergi dan suatu jaminan untuk diri, harta dan gereja-gereja mereka dan kepada setiap orang mereka membayar jizyah yang ditetapkan bagi mereka.
Khalifah Umar r.a. mengeluarkan perintah berikut ini kepada pasukanIslam:
“Jangan menghancurkan pohon-pohon buah atau tanah pertanian di jalan yang kalian lalui. Adillah dan jagalah perasaan orang-orang lemah. Hormatilah pemuka-pemuka agama-agama yang tinggal di biara atau pertapaan dan berilah tempat di gedung mereka. (church History by Andrew Miller).
Bukan hanya orang-orang itu menikmati kehidupan toleransi Islam dibawah pemerintah muslim tetapi juga perlakuan baik, pertimbagnan dan pemikiran yang jujur. Toleransi pemerintah-pemerintah Islam ini telah diletakkan dengan tepat oleh H.J. Schoops:
“Derajat toleransi yang demikian tetap asing untuk (pemerintah)Kristen Eropa selama berabad-abad. (The Religion of Mankind)
Kadang-kaadang dinyatakan bahwa Islam tidak mengizinkan kaum muslimin menjalin hubungan dengan orang-orang dari agama-agama lain. Ini tidak benar dan tak ada dasar untuk keberatan ini.
Sepanjang sejarah kita dapati orang-orang bukan Islam hidup di bawah pemerintahan-pemerintahan Islam dengan menikmati perlakuan hormat dan penghargaan. Khalifah kedua, Umar r.a. Mengeluarkan perintah bahwa orang-orang Kristen dan YAHudi yang miskin harus dibantu dari perbendaharaan kaum muslimin (baitul Maal)
Banyak contoh toleransi Islam dapat dicatat dari sejarah Islam dan dapat juga dilihat di masa sekarang. Kaum muslimin telah dapat memenangkan orang-orang kepada Islam dengan kasihsayang, simpati dan kerendahan hati mereka.


Terpopuler

Ngobrol


ShoutMix chat widget